Ini adalah pengalaman pribadi yang saya dapatkan dari tetangga saya sendiri, dari keadaan terburuknya saat itu, ia bisa bangkit hingga menemukan sumber penghasilan yang terbilang lumayan besar. Mungkin situasi yang ada dalam cerita ini memang di desa, namun bisa juga dipraktekkan di kota, tentu dengan cara yang berbeda.
Kondisi ekonomi tahun ini begitu sulit, hampir semua usaha yang ku jalani harus berhenti total dan menyisakan banyak utang. Satu per satu aset yang ku punya dari perjuangan bertahun-tahun selama membangun usaha harus ku jual demi bisa bertahan hidup. Itu adalah sebuah pengalaman yang sangat menyedihkan.
Aku sudah tidak punya penghasilan yang layak, kecuali ketika aku ikut bekerja menjadi buruh bangunan atau pekerjaan kasar lain yang hanya membutuhkan tenaga saja. Sementara istriku sudah tak bekerja, ia sibuk mengurusi kedua anakku yang masih kecil. Aku adalah sumber keuangan utama di dalam keluarga, sementara keadaan sedang tidak memihakku.
Dalam kondisi ini, terkadang aku mengingat masa indah saat itu, beberapa tahun silam. Aku adalah seorang pemborong kayu, tanpa perlu bekerja keras, aku bisa mendapatkan ratusan ribu hingga jutaan Rupiah setiap harinya dari usaha yang ku jalani. Saat itu aku terlena dengan hasil usaha, lupa untuk menabung dan saat ini aku benar-benar ingin menangis meratapi kondisi keuanganku.
Mungkin Tuhan sedang mengingatkanku agar aku bisa mengatur rejeki darinya, mungkin juga ini adalah akhir dari kejayaanku dulu, ah aku tidak tahu. Pokoknya gara-gara gejolak ekonomi dan perubahan bisnis, hampir semua usaha yang ku bangun perlahan sejak bertahun-tahun silam kini harus berhenti total dan gulung tikar hingga harus ku jual semua perlengkapan usaha satu per satu demi bisa makan.
Suatu pagi istriku ngomel, katanya sudah tidak punya uang untuk belanja dan aku hanya bisa tertunduk lesu. Bagi seorang pria sepertiku, menahan lapar seharian karena tidak ada makanan mungkin bukan masalah yang terlalu menyedihkan, tapi saat melihat anak dan istri tersayang harus kelaparan, rasanya begitu menyedihkan.
Aku harus bergerak!
Saat itu juga, dengan menahan lapar karena aku pun belum makan sejak kemarin, aku berangkat melangkahkan kakiku entah kemana. Benar-benar tidak punya tujuan yang jelas saat itu, tapi aku hanya mencari rejeki dari Tuhan dan semoga diberikan jalan.
Tak sadar sudah berjalan agak lama, lambungku terasa perih dan aku memilih unuk istirahat sejenak di sebuah gubuk. Tak sadar sudah sejauh ini aku melangkah dari rumah, aku sudah berada di sebuah gubuk di tengah sawah. Suasananya begitu tenang, hijau, dengan angin sepoi-sepoi yang membuatku ngantuk. Tapi ku paksakan mataku tetap terbuka karena tujuanku adalah mencari rejeki.
Ku pandangi sekitar dan melihat seorang ibu sedang memetik daun pisang. Aku tidak tahu untuk apa, jadi ku dekati dan bertanya tentang tujuan daun pisang itu dipetik. Ternyata, daun pisang itu hendak dijual kepada pengusaha tempe yang jadi langganannya. Sontak saja aku tertarik untuk ikut mencari daun pisang demi bisa mendapatkan uang cepat untuk anak dan istri di rumah.
Aku pulang ke rumah, mengambil pisau dan pergi ke kebun tetangga. Ku lihat banyak pohon pisang yang tumbuh subur. Lalu aku meminta izin untuk memetik daun pisang itu, mereka memberikan izin karena di sekitar rumahku memang belum banyak yang tahu jika daun pisang punya nilai jual yang lumayan bagi para pengusaha tempe.
Sekitar 3 jam lamanya aku memetik daun pisang dan mengikatnya jadi satu, lalu ku bawa ke pengusaha tempe yang tak lain adalah kenalanku sendiri. Aku menimbangnya disana, ah ternyata terkumpul 30kg dan harga per kilonya sekitar 4ribu. Aku mendapatkan uang 120ribu hanya dalam waktu sekitar 3 jam, rasanya begitu bahagia. Langsung pulang ke rumah dan ku berikan semua uang itu kepada istriku agar dibelikan makanan yang enak untuk kami sekeluarga.
Sore harinya aku kembali keliling, mencari sumber uang lain yang mungkin bisa ku dapatkan hari itu juga. Langkah kakiku seakan dituntun menuju ke sawah dan ku lihat ada anak kecil sedang mengambil keong di sawah. Aku iseng bertanya, katanya mau dijual dan ide usaha kemudian muncul lagi.
Selepas maghrib, aku berangkat ke sawah dan mencari keong sebanyak-banyaknya. Terkumpul satu ember besar dan setelah ku jual, ternyata menghasilkan uang yang lumayan, beberapa lembar puluhan ribu masuk ke kantong. Aku pulang tengah malam, ku berikan uang itu kepada istriku dan aku tidur dengan lebih tenang ketimbang hari-hari sebelumnya.
Sudah ku buang semua gengsi dan malu yang ada, tujuanku hanya mencari rejeki halal, entah dengan apapun caranya yang penting anak dan istriku tidak kelaparan. Meninggalkan usaha besar yang bangkrut, kini aku bekerja mencari daun pisang, keong, ikan, dan lain sebagainya yang bisa ku dapatkan dengan mudah di kebun dan sawah, lalu ku jual dan hasilnya lumayan, setidaknya bisa memenuhi kebutuhan keluargaku agar tidak kelaparan.
Aku menyadari bahwa rejeki Tuhan sangat banyak, bisa datang dari berbagai jalan yang terkadang tidak kita bayangkan sama sekali. Intinya kita harus mencari, berusaha mendapatkannya dan jangan pernah menyerah dengan keadaan.
0 komentar:
Post a Comment