Beberapa tahun yang lalu saya berjumpa dengan seorang penjual cermin yang sedang berkeliling di jalanan kota, seorang lelaki tengah baya berkulit gelap karena terbakar panasnya mentari, wajahnya garang menantang kerasnya hidup. Dia mendorong gerobaknya dengan gagah berani menembus kemacetan jalanan kota, dengan handuk kecil di pundaknya yang dia gunakan untuk mengelap keringat yang mulai berjatuhan dari wajahnya.
Saya benar-benar tidak habis pikir ketika melihat pedagang cermin itu, dalam hati saya bertanya-tanya, apakah usahanya mampu menghidupi dirinya? Jika dia punya keluarga apakah hasil usahanya mampu memenuhi kebutuhannya? Kenapa dia tidak mencoba bisnis yang lain yang tentu lebih menjanjikan? Dan berbagai pertanyaan bodoh lainnya yang membuat saya penasaran.
Selang beberapa lama kemudian saya bertemu lagi dengan pedagang cermin ini, kalau tidak salah dia sedang duduk istirahat. Ternyata dia tidak sendirian, waktu itu dia sedang istirahat sambil ngobrol dengan teman saya, dan yang saya lihat obrolannya asik banget sehingga membuat saya penasaran untuk ikut nimbrung. Seperti anak kecil, saya hanya menjadi pendengar saja tanpa berani mengganggu obrolan mereka, yah saya takut salah bicara karena belum terlalu mengenalnya.
Setelah pedagang cermin itu pergi, saya mulai menyerang teman saya dengan berbagai pertanyaan yang sudah saya siapkan. Tidak jauh dari apa yang ada di dalam hati saya, tentu saja tentang usahanya yang menurut saya kurang begitu maksimal itu. Di jaman sekarang masih ada pedagang yang mau berkeliling dengan mendorong gerobak mengitari jalanan kota menjajakan cermin, kalian tahu sendiri lah kebutuhan akan cermin hampir sangat minim, mungkin hanya sekitar 1% bukan?
Setelah asik bertanya, kemudian saya mendapatkan beberapa jawaban yang membuat mental wirausaha saya terbangun sampai sekarang. Pedagang cermin rias itu tahu kalau dagangannya bukanlah barang kebutuhan pokok dan bukan pula barang yang laris manis di pasaran, namun dia tetap yakin bahwa Tuhan punya segala cara untuk mengirimkan rejekinya melalui usahanya itu.
Ketika ditanya tentang masalah gerobak dan jalan kaki yang menurut banyak orang terlalu melelahkan, dengan santai dia menjawab bahwa saat ini dia belum punya kendaraan bermotor dan mungkin sudah takdirnya dia harus bekerja keras, yah dia malah menganggap perjuangannya itu sekaligus untuk olahraga agar tubuh tetap sehat.
Saya benar-benar salut dengan mental bisnis pedagang itu, dia tidak malu, tidak minder, tidak mengeluh, dan keyakinannya jangan ditanyakan lagi. Mental bisnis seperti itulah yang saya coba tanamkan dalam hati, karena sering saya menghadapi keadaan yang menyudutkan saya ketika kekurangan saya menjadi bahan olokan orang lain.
Untuk hasil selama ini dalam dunia usaha, saya termasuk orang yang sangat berterima kasih kepada pedagang cermin itu yang telah memberikan dukungan moril dan semangat secara tidak langsung. My bussines My Adventure!
0 komentar:
Post a Comment