Arang adalah sisa kayu atau batok kelapa yang biasanya dibakar terlebih dahulu untuk menghilangkan unsur air dan volatil di dalamnya. Pembuatan arang tradisional memang dilakukan dengan cara pembakaran, namun harus tepat waktu karena kalau dibiarkan maka kayu atau batok tersebut akan menjadi abu karena terus dibakar.
sumber gambar : wikipedia |
Di tempat saya ada salah seorang pengrajin arang kayu dan batok yang sejak dulu menekuni bisnis yang satu ini, beliau adalah ayah dari teman masa kecil saya. Kalau saya mengingat beliau, maka hati saya agak tersentuh dengan perjuangannya untuk bisa memenuhi kebutuhan keluarganya, kerja kerasnya sangat perlu diapresiasi oleh keluarganya, namun ...
Sebut saja namanya bapak Soni, seorang pria dengan badan yang kuat dan berotot, kulitnya hitam lebam karena memang sering bekerja di lapangan. Bapak Soni berangkat ke hutan pagi hari, beliau mencari bekas pohon yang sudah ditebang, biasanya batang pohon tersebut masih menyisakan kayu yang lumayan banyak kalau dibongkar.
Berbekal kampak dan peralatan lainnya, beliau membongkat sisa pohon dan akarnya, setelah itu beliau hancurkan dan potong sampai ukurannya sesuai untuk dibuat arang. Dalam pembuatan arang memang tidak boleh sembarangan karena ukuran yang diminta oleh juragannya harus pas. Jika sudah terkumpul, beliau mengumpulkan ranting kayu yang kering, lalu beliau buat api unggun dan mulai menatap kayu dan batok kelapa untuk diolah dan dijadikan arang.
Pekerjaan berat itu dilakukannya sendiri, padahal dia punya 2 orang anak lelaki yang cukup kuat, namun mereka sepertinya memang malu membantu orang tuanya dalam bekerja. Hampir 1 hari beliau membakar kayu tersebut dan mengubahnya menjadi arang, setelah api padam, arang-arang itu beliau simpan terlebih dahulu agar tidak terlalu panas saat dibawa. Hari sudah mulai gelap dan pak Soni pulang ke rumahnya untuk istrirahat.
Besoknya pak Soni mendatangi lokasi pembakaran arang di dalam hutan, beliau memasukkan arangnya ke dalam karung besar, biasanya hanya 2 karung yang bisa dia bawa karena medan yang cukup curam dan perjalanan jauh yang harus dia lewati tak mendukung untuk membawa arang dalam jumlah banyak. Sesampainya di rumah, arang itu dijual kepada pengepul yang merupakan tetangganya sendiri, setelah ditimbang ternyata beratnya sekitar 50 kg, dengan harga beli di kisaran 3 ribu, pak Soni mendapatkan uang sekitar 150 ribu dari pekerjaannya itu.
Pak Soni bekerja keras mencari batang kayu yang tak terpakai, beliau juga harus berhati-hati karena kalau sembarangan bisa menyebabkan kebakaran hutan saat membuat arang, belum lagi kalau sedang musim hujan dan dia tidak bisa membakar kayu, maka beliau tidak bisa memproduksi arang tersebut. Telapak tangan lecet karena membelah kayu dan mengolahnya, kakinya pecah-pecah karena perjalanan jauh yang beliau lewati saat ke hutan, dengan nilai jual yang cukup murah dia mendapatkan uang untuk keluarganya, rasa lelah terbayar dengan kebahagiaan bisa melihat anak-anaknya tidak kelaparan.
Dibalik berbagai kuliner yang dibuat dengan cara dibakar di rumah makan yang kamu datangi, ada kisah pembuatan arang yang cukup menyentuh hati dari orang-orang seperti pak Soni, mereka hidup dengan mengandalkan sisa hasil hutan. Yah, bersyukurlah dengan keadaan kita, masih banyak orang yang bekerja keras dengan penghasilan yang pas-pasan di luar sana.
0 komentar:
Post a Comment